Friday, December 1, 2006

Ahlul Bait Keududukan dan Peranannya

Menurut istilah Ahlul Bait adalah nasab atau keturunan Rasulullah saw. Bagaimana kedudukan dan peranan mereka di dunia ini. Ahlul Bait atau disebut juga para Habaib (jamak dari Habib) sudah tidak asing lagi kita dengar. Biasanya peranan mereka dalam bidang keagamaan sangat menonjol sekali, karena memang citra para habib adalah dibidang dakwah.

Namun masih ada sebagian kecil masyarakat tidak mengakui keberadaannya sebagai keturunan Nabi saw. Alasan mereka dikhawatirkan akan menjadi kultus (pemujaan). Semen­tara jika keturunan Rasul itu ada, maka sifatnya lemah karena berasal dari pihak wanita.

Tulisan ini untuk memberikan wacana yang bersumber dari atsar, hadits dan pernyataan-pertanyaan para salafussoleh, tentang ahlul bait. Mudah-mudahan dapat memberi sisi lain terhadap argumentasi keberadaan ahlul bait.

Nasab
Dari segi nasab keturunan Rasulullah disebut ahli bait. Sementara itu kesepakatan ulama mujtahid selain Imam Syafi’i mengar­tikan bahwa yang dimaksud dengan keluarga Nabi adalah umatnya. Sehingga jika ada yang beralasan bahwa Rasulullah saw tidak memiliki keturun­an, alasan itu tidak berdasar, padahal kita semua mengakui bahwa anak perempuan Rasul bernama Siti Fatimah binti Khadijah yang kemudian menikah dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib kw (karroma Allah wajhah/ semoga Allah memulyakanya).

Kemudian dari keduanya lahirlah Imam Hasan dan Husein ra. Dari sinilah kemudian keturunan beliau eksis hingga saat ini. Para habaib ini sangat dikenal dengan marganya seperti Al Haddad, Al Habsyi, Al Attas, Al Kaff, Alaydrus dll.

Bila kita merujuk kepada kitab-kitab ulama yang menje­askan tentang ahlul bait, nampak sekali mereka sangat menghormati. Bahkan Rasulullah sendiri mengatakan bahwa adanya ahlul bait laksana kapal nabi Nuh as. Hadis ini tertulis dalam kitab Madaarij Assu’uud terdapat keterangan Rasulullah saw sperti hadis berikut ini:

رواه البزار عن ابن عباس وعن ابن الزبير وعن الحاكم عن ابي ذر انه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَثَلُ اَهْلِ بَيْتِىْ فِيْكُمْ مِثْلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ فِيْ قَوْمِهِ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ.

Artinya: Diriwayatkan dari Al Bazzar, dari Ibnu Abbas dari Ibnu Zubair dan Hakim dan Abi Dzar berkata, Rasulullah saw bersabda: “Perumpa­maan ahlu baitku seperti kapal nabi Nuh bagi kaumnya, siapa yang menaikinya, maka akan selamat siapa yang tertinggal, maka celaka.”

روي عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: اَلنُّجُوْمُ أَمَانٌ لِاَهْلِ السَّمَآءِ فَإِذَا ذَهَبَ النُّجُوْمُ ذَهَبَ اَهْلُ السَّمَاءِ وَاَهْلُ بَيْتِىْ اَمَانٌ لأَهْلِ اْلاَرْضِ فَاِذَا ذَهَبَ اَهْلُ بَيْتِىْ ذَهَبَ أَهْلُ اْلاَرْضِ.

Artinya: Diriwayatkan dari Nabi saw: “Bintang-bintang di langit sebagai penjaga keamanan penduduk langit. Jika bintang-bintang itu lenyap maka lenyap pula pendu­duk langit. Sedangkan Ahlu Baitku sebagai pengaman (penjaga) penduduk bumi. Bila ahlu baitku tiada maka penduduk bumi pun binasa.”

Kalau pada hadits pertama ahlu bait diumpa­makan sebagai kapal nabi Nuh as, maka pada hadits kedua diumpamakan sebagai bintang di langit sebagai pengaman penduduk langit. Keber­adaan mereka di bumi meskipun banyak orang tidak mengetahui, ternyata menjadi pelindung bagi penduduk bumi.

Di samping itu menurut keterangan Al Munawi, Wali Qutub salah satu golongan Wali Allah penjaga dunia ini, berasal dari keluarga Rasulullah saw.

قَالَ الْمُنَاوِى وَلِهَذَا جَمْعٌ اِلىَ اَنَّ قُطْبَ الاَوْلِيَاءِ فِى كُلَّ زَمَانٍ لاَ يَكُوْنَ اِلاَّ مِنْهُمْ.

Menurut Al Munawi, kesepakatan ulama tentang keberadaan Wali Qutub adalah bahwa dalam tiap-tiap zaman Wali Qutub itu berasal dari keluarga Rasulullah saw. Menurut Al Munawi sejak ada dunia kewalian hingga hari kiamat tidak ada yang menjadi wali dari dulu hingga kapanpun pasti mereka berasal dari keluarga Nabi. Wali di dunia atau bahkan di Indonesiapun pasti Habib. Jadi seandainya wali bukan berasal dari habib menurut keterangan tersebut pasti wali palsu. Masih dalam kitab tersebut, Rasulullah saw bersabda:

قال رسول الله صلعم: مَثَلُ اُمَّتِيْ مِثْلُ الْمَطَرِ اَوَّلُهُ خَيْرًا اَمْ اَخِرُهُ.

“Perumpamaan umatku laksana air hujan, apakah yang baik itu pada awalnya atau pada akhirnya.”

Hujan tidak bisa diketahui manfaatnya apakah di awalnya atau pada akhirnya. Umat Nabi pun sama laksana hujan; mana yang baik apakah pada awalnya atau akhirnya.

Kesimpulan:
1. Karena kedudukan yang begitu mulia para ahlul bait Rasulullah saw, maka sela­yaknya kita harus menghormati mereka.

2. Keberadaan umat Rasulullah saw lak­sa­na air hujan. Air hujan tidak diketa­hui manfaatnya apakah di permulaan atau di penghujungnya. Demikian Umat Rasulullah saw; tidak diketahui mana yang paling baik; pada awal atau di akhirnya. Wallahu a’lam

No comments: