Adab Bepergian Para Pengamal Tasawuf
وَقَالَ إنّى ذاهِبٌ إلى ربّى سَيَهْدِينِ - الصافات: 99
Dan Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Aku pergi menghadap Tuhanku, dan dia akan memberi petunjuk kepadaku (Ashshoffaat:99)
Dalam setiap kesempatan seringkali kita disapa oleh seorang teman/saudara: “Mau pergi kemana?” biasanya kita jawab: “mau pergi ke kantor”, “pergi ke pasar”, “pergi ke Mall” dll. Jawaban kita terbatas hanya menyebutkan tempat yang akan kita dituju tanpa menyebutkan keperluan dan maksud tujuannya. Kadangkala menybutkan keperluan setelah ditanya kembali: “Ngapain?” lalu kita jawab: “mau kerja”, “mau beli barang”, “Mau kondangan” dan seterusnya.
Menurut kacamata para pengamal tasawuf jawaban yang benar adalah yang kedua. Jadi jika ditanya mau pergi kemana? Jawaban yang benar adalah (misalnya): “Mau silaturahmi ke Menteng!”, “Mau menghadiri pengajian di Kali Pasir”, “Mau membeli sayur di Pasar”, atau “Mau menjemput tamu di Bandara!” dst. Inti dari jawaban tersebut adalah sebisa mungkin hindari kata “pergi”. Pertanyaan yang mesti dijawab adalah mengapa kata “pergi” jangan digunakan. Apakah dasar dari tuntunan ini?
Pergi Menurut Nabi Ibrahim a.s.
Dari informasi ayat di atas (Ashoffat:99) Allah mengabarkan bahwa Nabi Ibrahim as begitu pasrahnya kepada Allah sehingga kata "pergi" yang digunakan disambung dengan kata Rabbi. Sesungguhnya Aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan dia akan memberi petunjuk kepadaku." Menurut Ibnu Katsir, ayat ini berkaitan dengan pertolongan Allah kepada Nabi Ibrahim atas kejahatan kaumnya dan atas mantapnya keimanan nabi setelah melihat bukti-bukti kekuasaan-Nya. Sedangkan menurut para penafsir lain seperti dalam kitab tafsir Al Qurthubi, ucapan kemantapan iman Nabi Ibrahim as itu terucap ketika mau masuk ke dalam api yang akan membakarnya. Kata "pergi" menurut tafsir ini mengandung dua pengertian: pertama, Sesungguhnya aku pergi menemui ketentuan Allah. Kedua, Sesungguhnya aku ini mati. Sebab beliau membayangkan akan pergi menemui kematian saat berada dalam api. Namun pada akhirnya pertolongan Allah menyelamatkan dari kobaran Api. Firman-Nya:
قل يانار كونى بردا وسلاما عـلى إبراهيم
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim".
(Al Anbiyaa: 69)
Dari uraian tafsir tersebut tampaknya, ungkapan kata "pergi" dipergunakan nabi Ibrahim as untuk menemui Allah. Pelajaran yang dapat diambil dari dhohir ayat tersebut, kata "pergi" sebaiknya digunakan untuk menghadap Allah dengan penuh kepasrahan yang bulat sehingga seolah-olah siap untuk tidak kembali ke tempat asalnya. Jadi kata "pergi" yang dipergunakan oleh nabi Ibrahim as dalam ayat tersebut menurut Al Qurtubi adalah asal mula orang yang pertama kali ber uzlah dan berhijrah. Uzlah dan hijrah hanya semata-mata Lillaahi ta'alaa dan boleh jadi kata "pergi" di sini ini siap secara bulat menuju ke alam akherat dan siap untuk tidak kembali lagi.
Jika kata "pergi" yang digunakan untuk bisa kembali lagi maka yang digunakan bukan dengan kata "pergi" namun berpindah tempat karena masih dalam lingkup permukaan bumi. Istilah yang dipergunakan Al Qur'an adalah "bertebaran di muka bumi" sebagaimana firman Allah:
Dari uraian tafsir tersebut tampaknya, ungkapan kata "pergi" dipergunakan nabi Ibrahim as untuk menemui Allah. Pelajaran yang dapat diambil dari dhohir ayat tersebut, kata "pergi" sebaiknya digunakan untuk menghadap Allah dengan penuh kepasrahan yang bulat sehingga seolah-olah siap untuk tidak kembali ke tempat asalnya. Jadi kata "pergi" yang dipergunakan oleh nabi Ibrahim as dalam ayat tersebut menurut Al Qurtubi adalah asal mula orang yang pertama kali ber uzlah dan berhijrah. Uzlah dan hijrah hanya semata-mata Lillaahi ta'alaa dan boleh jadi kata "pergi" di sini ini siap secara bulat menuju ke alam akherat dan siap untuk tidak kembali lagi.
Jika kata "pergi" yang digunakan untuk bisa kembali lagi maka yang digunakan bukan dengan kata "pergi" namun berpindah tempat karena masih dalam lingkup permukaan bumi. Istilah yang dipergunakan Al Qur'an adalah "bertebaran di muka bumi" sebagaimana firman Allah:
فاذا قضية الصلوة فانتشروا فى الارض
Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; (Al Jumu'ah: 10)
Singkatnya, jika kata "pergi" yang dipergunakan untuk menuju ke tempat-tempat biasa, maka ungkapan kata "pergi" kurang tepat dipergunakan. Sebab menurut ilmu tata surya, ujud bumi dibanding benda-benda langit sangat kecil sekali.
Pergi Menurut Nabi saw.
Dari informasi hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, yang ada di hampir semua kitab-kitab perawi hadits, ternyata ungkapan "pergi" yang dipergunakan untuk kehidupan di dunia hanya dibatasi untuk tiga tempat saja: pertama jika pergi ke Masjid Nabawi (Madinah); kedua, pergi ke Masjidil Haram (Mekkah); dan ketiga, pergi ke Masjidil Aqsa (Palestina). Ketiga tempat ini menurut pendapat pensyarah hadits dise karena kemuliaanya. Disamping itu, masjid di Makkah dan Madinah, adalah tempat tujuan orang ketika berhaji dan masjid ketiga pernah dijadikan qiblat shalat orang-orang terdahulu. Bunyi teks haditsnya sbb:
Singkatnya, jika kata "pergi" yang dipergunakan untuk menuju ke tempat-tempat biasa, maka ungkapan kata "pergi" kurang tepat dipergunakan. Sebab menurut ilmu tata surya, ujud bumi dibanding benda-benda langit sangat kecil sekali.
Pergi Menurut Nabi saw.
Dari informasi hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, yang ada di hampir semua kitab-kitab perawi hadits, ternyata ungkapan "pergi" yang dipergunakan untuk kehidupan di dunia hanya dibatasi untuk tiga tempat saja: pertama jika pergi ke Masjid Nabawi (Madinah); kedua, pergi ke Masjidil Haram (Mekkah); dan ketiga, pergi ke Masjidil Aqsa (Palestina). Ketiga tempat ini menurut pendapat pensyarah hadits dise karena kemuliaanya. Disamping itu, masjid di Makkah dan Madinah, adalah tempat tujuan orang ketika berhaji dan masjid ketiga pernah dijadikan qiblat shalat orang-orang terdahulu. Bunyi teks haditsnya sbb:
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال: يبلغ به صلى الله عليه وسلم لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد: مسجدي هذا ومسجد الحرام ومسجد الأقصى. - رواه البخاري ومسلم
Dari Abi Hurairah ra berkata: Rasulullah saw memberi pelajaran bahwa janganlah engkau bepergian kecuali kepada tiga tempat: masjidku ini, masjidil haram dan masjidil aqsa. (HR. Buchori – Muslim)
Menurut penjelas an Fathul Bari, maksud dari kalimat laa tusyaddu ar-rihaala adalah an-nahyu 'anissafari ilaa ghoirihaa larangan pergi kecuali ke tiga tempat yang disebut Nabi saw. Kata Illa (kecuali) dalam hadits tersebut dikenal dalam tata bahasa dengan istisna mufarrogh. Dengan adanya kata illa, digunakan untuk menghususkan suatu pernyataan dari kalimat yang bersifat umum. Karena itu maksud hadits nabi tersebut adalah: ”Janganlah pergi ke tiap-tiap tempat, atau larangan pergi ke seluruh tempat selain yang ditunjuk oleh Nabi. Ketiga tempat yang ditunjuk nabi itu ada tiga: Masjid-ku, Masjid Haram dan Masjidil Aqsa. Ketiga tempat ini mendapatkan keistimewaan khusus dan karenanya menjadi obyek bepergian yang dibenarkan syariat.
Menurut penjelas an Fathul Bari, maksud dari kalimat laa tusyaddu ar-rihaala adalah an-nahyu 'anissafari ilaa ghoirihaa larangan pergi kecuali ke tiga tempat yang disebut Nabi saw. Kata Illa (kecuali) dalam hadits tersebut dikenal dalam tata bahasa dengan istisna mufarrogh. Dengan adanya kata illa, digunakan untuk menghususkan suatu pernyataan dari kalimat yang bersifat umum. Karena itu maksud hadits nabi tersebut adalah: ”Janganlah pergi ke tiap-tiap tempat, atau larangan pergi ke seluruh tempat selain yang ditunjuk oleh Nabi. Ketiga tempat yang ditunjuk nabi itu ada tiga: Masjid-ku, Masjid Haram dan Masjidil Aqsa. Ketiga tempat ini mendapatkan keistimewaan khusus dan karenanya menjadi obyek bepergian yang dibenarkan syariat.
Masjidil Haram Menurut keterangan Kitab Tuhfatul Ahwadi dan Fathul Baari, ”Haram” berarti ”muharram” (yang dimulyakan) seperti ungkapan ”kitaab” diartikan ”maktuub” (yang dibaca). Menurut para pensyarah hadits, masjid ini memiliki dikhususkan karena: Semua yang ada di dalamnya dimulyakan; Keutamaan mengerjakan shalat di masjid ini melebihi tempat lain. Terdapat ka’bah di dalamnya. Menurut At Tabari dan Nasai yang diutamakan tetap saja masjidnya, karena semua yang ada di dalamnya merupakan masjid.
Masjid Nabi (Madinah) Masjid ini khusus karena rasul mengatakan dalam riwayat Abi Sai’d menggunakan kata Masjidii (masjidku). Mengisyaratkan kepada keagungan Rasulullah saw. Masjidil Aqsa (Baitil Muqaddas, Palestina) Disebut masjid Aqsa karena jauh masanya dari Masjidil Haram atau menurut Imam Al Zamakhsari dikarenakan tidak ada masjid di belakangnya hingga saat ini. Ada juga yang berpendapat disebut aqsa disebabkan masjid haram jauh dari masjid nabawi dan baitul muqaddas lebih jauh lagi. Disamping itu ketiga masjid ini merupakan masjid para nabi. Masdjil haram dijadikan sebagai tujuan pergi haji dan kiblat shalat, masjid aqsa pernah dijadikan kiblat shalat oleh umat sebelumnya. Sedangkan masjid Madinah merupakan peletak dasar ketaqwaan, yang disebut oleh Al qur’an sebagai ussisa ’alattaqwa.
Hukum Bepergian
Kitab Aunil Ma’bud menjelaskan sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa tidak sah i’tikaf kecuali di salah satu dari ketiga masjid tersebut. Bahkan menurut Imam Abu Muhammad Al Juwaini: “Haram hukumnya pergi ke tempat lain kecuali menuju tiga masjid ini, karena mengamalkan dhohir hadits.”
Hukum Bepergian
Kitab Aunil Ma’bud menjelaskan sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa tidak sah i’tikaf kecuali di salah satu dari ketiga masjid tersebut. Bahkan menurut Imam Abu Muhammad Al Juwaini: “Haram hukumnya pergi ke tempat lain kecuali menuju tiga masjid ini, karena mengamalkan dhohir hadits.”
Menurut Imam Qustolani, para ulama berbeda pendapat jika pergi ke tempat-tempat lain seperti berziarah ke orang-orang shalih yang masih hidup/ meninggal, dan tempat-tempat yang baik, karena hendak mengambil tabarruk. Namun Imam Juwaini tetap mengharamkan karena dhohir hadits. Yang Lebih shohih, menurut pandangan Imam Qustolani adalah pendapat Qodi Al Husain dan Qodi Iyadl Al Syafi’i hukumnya dibolehkan. Namun pengarang Kitab Tuhfatul Ahwadzi, tidak ada dalil kebolehan, pertentangan hadits pun tetap tidak berdasar. Ungkapan لا تشد tetap menunjukan kejelasan haramnya. Pengecualian hanya berlaku bagi orang yang bernadzar meski tanpa dalil. Wallahu’alam (MK)
Majelis Dzikir TQN Kalipasir, Senin, 17 April 2006
Sumber:
Tafsir Al Qurthubi, Ibnu Katsir, Fathul Bari, Aunul Ma’bud, Tuhfatul Ahwadzi, Shoheh Bukhori. Shoheh Muslim, Sunan At Turmudzi.
Majelis Dzikir TQN Kalipasir, Senin, 17 April 2006
Sumber:
Tafsir Al Qurthubi, Ibnu Katsir, Fathul Bari, Aunul Ma’bud, Tuhfatul Ahwadzi, Shoheh Bukhori. Shoheh Muslim, Sunan At Turmudzi.
No comments:
Post a Comment